Isu Terhadap Hanny Sondakh Hanya Adu Domba

Pemkot Bitung Bukan Calo Jual-Beli Tanah


    BITUNG – Maximilian Jonas Lomban SE.MSi sebagai Sekretaris Kota Bitung, yang juga dipercayakan sebagai Ketua Panitia Tim 9 dalam menangani pencairan dana ganti rugi tanah dan pentaksiran tanah untuk pengadaan lahan Pasar Baru Kota Bitung, ternyata menuai polemik ditengah-tengah masyarakat.

    Hal itu dengan adanya pemberitaan miring, tidak hanya kepada Max J. Lomban, juga kepada Walikota Bitung Hanny Sondakh, S.Sos. Di mana pemberitaan miring dari sebuah media cetak yang hanya berpotensi Tabloid (bukan Koran) itu mengatakan, bahwa sudah sekian lama terjadi dugaan mark-up dalam proyek pengadaan tanah Pasar Baru Sagerat Kota Bitung, yang menjadikan Hanny Sondakh dan Max J. Lomban sepertinya hanya untuk di adu domba.

    Dan tercuat kabar, bahwa wartawan media cetak  yang memberitakan tentang hal itu, ternyata mendapat tersandung kasus di Sulawesi Utara dalam soal penyelesaian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Banyak pihak mengatakan, bahwa ada salah seorang oknum wartawan Tabloid dari Sulut bisa menyelesaikan CPNS dengan mudah untuk menjadi PNS. Namun kenyataannya, banyak CPNS merasa ditipu sehingga uang jutaan rupiah melayang.

    Kenyataan itulah sangat disayangkan Hanny Sondakh dengan adanya pemberitaan dari sebuah media cetak itu yang tidak masuk diakal, terutama tentang penguapan harga tanah dari NJOP yang disebutkan. “Hal itu sangat tidak benar dengan adanya pemberitaan tersebut, ini sudah menyangkut nama baik Pemerintah

                          Hanny Sondakh

Kota Bitung secara khusus, tetapi juga kami seperti di adu domba untuk saling menjegal,” ujar Hanny Sondakh kepada wartawan Metro Indonesia di ruang kerjanya, baru-baru ini.

    Bahkan salah seorang sumber dari kantor Walikota Bitung menyatakan, wartawan Tabloid tersebut meminta (memeras-red) kepada Hanny Sondakh sejumlah uang sekitar Rp 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah). Kalau tidak diberikan, berita tersebut akan dimuat besar-besar di media cetaknya.
    Kedua tokoh utama masyarakat Kota Bitung itu, selain namanya yang cukup bersih di tengah-tengah masyarakat, juga sejak kinerja selama mereka menjabat patut dikagumi. Namun, baik itu Hanny Sondakh maupun Max J. Lomban tidak merasa berbesar kepala ketika namanya di sebut-sebut pejabat pemerintah kota yang bersih.

    “Saya menganggap kalau di antara kami berdua sebagai pejabat yang dikatakan orang sebagai pejabat yang patut diteladani, justru kami merasa lebih merunduk (merendah) lagi. Ibarat sebuah pohon, bertambah tinggi akan bertambah kencang angin yang menerpanya. Jadi saya tidak senang dengan pemberitaan tersebut, yang mengarah mencemarkan nama baik seseorang, bahkan ada nuansa adu domba,” tegas Hanny Sondakh.

    Seperti apa yang disebutkan tentang harga tanah yang ditaksir dengan dugaan penguapan mark-up dari Rp 5.000,- per meter persegi menjadi Rp 48.000,- per meter persegi. Menurut Walikota Bitung yang lahir di Manado, 18 Desember 1953 itu, bahwa telah terjadi kesepakatan harga taksir tanah melalui Keputusan Walikota No. 77 Tahun 2006 tertanggal 4 April 2006.

    Begitu juga dengan pembelian tanah milik Fenny Theo Wurangian seluas 60.000 M2 (6 hektar) senilai Rp 3.000.000.000,- (Tiga Miliar Rupiah) oleh Pemerintah Kota Bitung memang sudah sewajarnya. “Apa sebabnya. Karena lahan tersebut, terdapat tanaman pohon kelapa sebanyak 600 pohon yang dapat menghasilkan untuk kepentingan semua pihak. Bukan milik seseorang secara pribadi,” ujar Hanny Sondakh, yang pernah menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Kota Bitung.

    Kemudian dengan terbitnya Surat Walikota No. 81, tentang penetapan harga ganti rugi atas nama Joice Wurangian dengan SHM No. 699 dan Alm. Fenny Theo Wirangian SHM No. 393 dan 350 dengan seluas 6 hektar tadi, melalui pembayaran pertama senilai Rp 2.000.000.000,- (Dua Miliar Rupiah) dan yang kedua sisanya. Memang sudah sesuai kesepakatan antara pihak penjual dan pembeli, di mana dalam berita acara tersebut tidak  ditanda tangani oleh Robert K. Lahindo yang telah mengundurkan diri dari Ketua Tim 9 tersebut.

    “Semua itu sudah jelas. Pihak Pemkot Bitung tidak pernah membuat sebuah penguapan (mark-up) harga tanah, apalagi kalau tanah yang dibeli dapat menghasilkan bagi kepentingan masyarakat banyak. Seharusnya media tersebut, me-richek kembali apa yang terjadi sebenarnya, jangan hanya mendapat berita tidak sesuai data, langsung saja membuat berita miring,” tambah Walikota Bitung yang beristrikan Josephien Taroreh itu.
    Hal senada juga dikemukakan Sekot Bitung Max J. Lomban. Kepada wartawan Metro Indonesia selang beberapa saat di ruang kerja Sekot mengatakan, bahwa media tersebut hanya mengada-ada saja. “Semua data-data hasil dari jual-beli dan ganti rugi tanah tersebut, jelas tidak ada nuansa penguapan harga. Apalagi ini menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Itu tidak benar,” ujar Sekot Bitung yang lahir di Manado, 8 November 1956 itu.

    Sedang berita acara No. 04/BA/PAN-PTBKB/IV/2006, tentang penetapan harga tanah sebesar Rp 50.000,- Menurut Max J. Lomban, sudah merupakan keputusan bersama dalam rapat panitia dan tim penafsir yang diketuainya.

    “Kalau memang harga tersebut langsung penetapannya dari Walikota, jelas itu adalah sepihak dan hanya untuk kepentingan pribadi. Tetapi itu kan sesuai hasil keputusan bersama dari rapat tim penafsir dan panita pengadaan lahan tanah tersebut, bukan seenaknya saja dengan langsung memberikan harga tinggi,” papar Sekot Bitung yang pernah mengikuti Kursus dan Latihan Bimbingan Teknis Pelayanan Publik.

    Ketika wartawan Metro Indonesia menanyakan, apa mungkin dari berita miring tersebut ada nuansa politisnya. Di mana Hanny Sondakh akan kembali ikut serta dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebagai Calon Walikota (Cawakot) Bitung untuk periode berikutnya, begitu juga mungkin sama Max J.L.
Baik itu Hanny Sondakh maupun Max J. Lomban di tempat yang berbeda membantah adanya kemungkinan dari berita tersebut untuk opini publik yang tidak sehat dalam kaitannya Pilkada Kota Bitung mendatang. Kedua tokoh pejabat penting di Kota Bitung itu, sangat menyayangkan adanya berita miring yang tanpa melalui konfirmasi serta chek and richek kepada pihak terkait.

                                                                                                                                                                                                                    Max J. Lomban



Bukan Calo Tanah
    Sementara itu seorang tokoh masyarakat dari aktivis LSM Makna Sulut mengungkapkan, bahwa berita yang menyangkut kepada Walikota Bitung tersebut, seharusnya terlebih dahulu di lihat kebenarannya. Apalagi itu untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi atau golongan dan politik semata.
“Apa yang diungkapkan Walikota Bitung dan Sekretaris Kota memang sudah sesuai dari hasil keputusan rapat, bukan keputusan pribadi. Mereka kan pejabat, bisa dilihat dari biografinya. Jadi mereka bukan calo jual-beli tanah,” ujar Jahja P.J, Ketua LSM Makna kepada wartawan Metro Indonesia.
Untuk menyikap tabir adanya penguapan harga dan ganti rugi tanah yang terjadi di Kota Bitung tersebut, Ketua LSM itu menyatakan, kita perlu adanya konfirmasi dan informasi secara akurat dan benar. Sehingga berita yang dimuat nanti, tidak merugikan pihak manapun. “Artinya, berita itu harus secara jujur dan tidak memihak (independen) kepada siapa pun,” tambah Jahja. (Herry/Albert)




Kirim Komentar Anda..!!












 © 2010 Surat Kabar Metro Indonesia OnLIne. All Rights Reserved

This free website was made using Yola.

No HTML skills required. Build your website in minutes.

Go to www.yola.com and sign up today!

Make a free website with Yola